KASIH

"Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih"

1 Korintus 13 : 13

Kasih yang dimaksud bukanlah hanya "sejenis perasaan yang menggebu-gebu", tetapi lebih merupakan karakter Kristus yang dibangun dengan latihan terus menerus.

Pernikahan adalah salah satu tempat untuk belajar mengenai kasih "hal yang terbesar", dengan melatih kemampuan kita untuk saling mengasihi, terutama saat kita hidup bersama-sama pasangan kita yang juga orang berdosa.

Saat kita pertama kali jatuh cinta dengan pasangan kita, secara spontan dengan "perasaan yang menggebu-gebu" kita menyampaikan kata-kata yang menyenangkan, memberi hadiah, menjadi kekasih yang antusias dan kreatif, kita melakukan itu semua untuk membuat orang yang kita cintai merasa istimewa.

Tapi dengan berjalannya waktu saat bulan madu selesai, musik romantis tidak terdengar lagi, kita berhenti mencintai karena perasaan itu memudar.

Cinta yang menggebu-gebu tidak benar-benar mengajarkan kita cara mengasihi, karena perasaan tersebut bisa muncul secara otomatis, itu adalah natural, tidak perlu latihan. Akan tetapi pernikahan harus dibangun atas berbagai keputusan : Apakah saya akan melayani atau bersikap egois, Apakah saya akan memperhatikan pasangan saya atau mengabaikannya. 

Pernikahan mengungkapkan, kemudian memurnikan motivasi kita dengan cara yang tidak pernah dapat dilakukan oleh cinta yang menggebu-gebu. Ketika kita berhenti mencintai karena perasaan itu memudar, artinya kita lebih dimotivasi oleh emosi daripada panggilan Tuhan atas hidup kita.

Kita lebih memperhatikan perasaan daripada teladan Yesus untuk mengasihi sebagaimana Ia mengasihi kita.

Dalam pernikahan kita belajar untuk menuju hal yang terbesar yaitu Kasih, kewajiban-kewajiban yang tampak biasa dan terkadang konflik yang terjadi dalam pernikahan kita merupakan latihan yang kita perlukan untuk membentuk karakter kita seperti Kristus yaitu Kasih.

Tweet