MENCINTAI TUHAN DENGAN MENCINTAI PASANGAN
By
sianny
—
Kamis, 11 Mei 2017
—
Add Comment
—
Daily Bread,
http://momentofunity.org,
Moment of Unity,
MoU Indonesia,
Renungan Harian
1 Yohanes 3:11-18
Salah satu komentar yang paling kejam sekaligus paling menghakimi diri sendiri adalah alasan yang sering dinyatakan para pria ketika hendak meninggalkan istri mereka demi wanita lain, “Sebenarnya, aku tidak pernah mencintaimu.” Kalimat ini merupakan sebuah serangan terhadap sang isteri, karena dengan kata lain pria itu hendak berkata, “Sebenarnya, aku tidak pernah merasa dirimu patut dicintai.” Dalam konteks kekristenan, kalimat ini adalah sebuah pengakuan atas ketidakmampuan sang pria untuk hidup sebagai orang Kristen yang benar. Jika ia tidak mencintai istrinya, itu bukan kesalahan sang istri, tetapi kesalahannya sendiri. Tuhan Yesus memanggil kita untuk mencintai sesama, mencintai mereka yang tidak layak dicintai, bahkan mencintai musuh kita. Jadi, seorang pria yang berkata “Aku tidak pernah mencintaimu,” sebenarnya adalah seorang pria yang pada dasarnya mengatakan, “Aku tidak pernah bertindak sebagai seorang Kristen yang benar.”
Ketika kita mencintai dengan sepenuh hati, kita menyenangkan hati Tuhan. Hal ini tidak sulit dipahami. Cara terbaik bagi seseorang untuk memenangkan hati seorang ayah adalah bersikap ramah kepada anak-anaknya. Semua orang beriman adalah anak-anak Tuhan. Dengan mencintai sesama, kita membawa sukacita yang besar bagi Bapa Surgawi.
Dalam konteks pernikahan, kita tidak memiliki alasan apapun untuk menghindari tugas ini. Tuhan mengizinkan kita untuk memilih siapa yang akan kita cintai. Karena kita sudah mendapatkan pilihan kita, ketika kemudian kita mengalami kesulitan untuk mengasihi orang tersebut, apa dasarnya bagi kita untuk berhenti mencintai ? Tuhan tidak memerintahkan kita untuk menikah; Dia menawarkannya kepada kita sebagai sebuah kesempatan. Sekali kita memasuki gerbang pernikahan, kita tidak dapat lagi mencintai Tuhan tanpa mencintai pasangan kita.
Salah satu komentar yang paling kejam sekaligus paling menghakimi diri sendiri adalah alasan yang sering dinyatakan para pria ketika hendak meninggalkan istri mereka demi wanita lain, “Sebenarnya, aku tidak pernah mencintaimu.” Kalimat ini merupakan sebuah serangan terhadap sang isteri, karena dengan kata lain pria itu hendak berkata, “Sebenarnya, aku tidak pernah merasa dirimu patut dicintai.” Dalam konteks kekristenan, kalimat ini adalah sebuah pengakuan atas ketidakmampuan sang pria untuk hidup sebagai orang Kristen yang benar. Jika ia tidak mencintai istrinya, itu bukan kesalahan sang istri, tetapi kesalahannya sendiri. Tuhan Yesus memanggil kita untuk mencintai sesama, mencintai mereka yang tidak layak dicintai, bahkan mencintai musuh kita. Jadi, seorang pria yang berkata “Aku tidak pernah mencintaimu,” sebenarnya adalah seorang pria yang pada dasarnya mengatakan, “Aku tidak pernah bertindak sebagai seorang Kristen yang benar.”
Ketika kita mencintai dengan sepenuh hati, kita menyenangkan hati Tuhan. Hal ini tidak sulit dipahami. Cara terbaik bagi seseorang untuk memenangkan hati seorang ayah adalah bersikap ramah kepada anak-anaknya. Semua orang beriman adalah anak-anak Tuhan. Dengan mencintai sesama, kita membawa sukacita yang besar bagi Bapa Surgawi.
Dalam konteks pernikahan, kita tidak memiliki alasan apapun untuk menghindari tugas ini. Tuhan mengizinkan kita untuk memilih siapa yang akan kita cintai. Karena kita sudah mendapatkan pilihan kita, ketika kemudian kita mengalami kesulitan untuk mengasihi orang tersebut, apa dasarnya bagi kita untuk berhenti mencintai ? Tuhan tidak memerintahkan kita untuk menikah; Dia menawarkannya kepada kita sebagai sebuah kesempatan. Sekali kita memasuki gerbang pernikahan, kita tidak dapat lagi mencintai Tuhan tanpa mencintai pasangan kita.
0 Response to "MENCINTAI TUHAN DENGAN MENCINTAI PASANGAN"