Iklan

KEHIDUPAN YANG DIWARISKAN

Kita sudah mendengar pelajaran prinsip ke 9 tentang Kehidupan yang Diwariskan.
Disana ada bagian slide yang membandingkan dua keluarga yang hidup berbeda, satu dalam perkenan Tuhan (Jonathan Edwards) dan yang lain keluarga yang tidak takut Tuhan (Max Jukes). 
Jelas sekali dari seribu lebih keturunannya bisa dilihat hasil surveinya. Keluarga yang takut Tuhan meninggalkan warisan abadi bagi anak keturunannya, menjadi orang-orang yang berkontribusi positif dan berguna bagi bangsa dan Negara. 

Sedangkan keluarga yang tidak takut Tuhan semua generasi keturunannya hidup merugikan dan menjadi beban Negara.

Kalau kita bicara warisan yang pada umumnya ditinggalkan oleh seorang kepala keluarga adalah materi/asset, bisa dalam bentuk property seperti rumah, apartemen, tanah, atau bentuk usaha seperti pabrik dan perusahaan, atau pendidikan tinggi dan banyak lagi. Itu tidak salah tapi bukan yang utama.

Untuk warisan yang seperti di atas, sebut saja warisan “HAVING” (Belonging/ Kepemilikan) hanya dibutuhkan “Surat Wasiat” yang ditulis peruntukannya. Tidak perlu komunikasi yang spesifik. 
Tapi warisan “BEING” (Becoming- mau jadi apa?) itu harus memberi WAKTU dan tidak ada cara lain. 

Efesus 5:15-17
5:15 Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif,
5:16 dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.
5:17 Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.

Ayat di atas menegaskan bahwa kalau kita tidak hidup dan mempergunakan waktu dengan baik dan benar sesuai dengan kehendak Tuhan, kita adalah bodoh dan bebal.
Semua yang ada di muka bumi ini bisa ditaklukkan kecuali Waktu. 

Bahasa lain dari waktu adalah sang KALA (dahulu Kala, Kala itu). "Kala" dalam bahasa jawa berarti “KOLO” (:Jerat) kalau kita tidak mempergunakan waktu dengan baik dan benar berarti kita sedang dijerat oleh waktu.

Sering kita dengar orang bicara dengan istilah “tidak ada waktu” yang benar adalah tidak/belum bisa mengatur jadwal dengan baik. Waktu bukan milik kita, waktu adalah jerat ketika kita tidak bisa mengelola dengan benar.
Kalau kita tidak melihat sesuatu itu penting, kita tidak akan memberi prioritas. Kalau kita tidak melihat bahwa “memberi waktu” bagi anak-anak itu penting, kita selamanya tidak akan pernah memberi prioritas untuknya.

Pernahkah seorang Ayah menghitung waktu yang dialokasikan untuk berbicara kepada anak-anaknya?

Family Research Council mensurvei, Setiap Ayah hanya bercakap-cakap dengan anaknya selama 8 menit per hari. Anak laki-laki hanya menghabiskan waktu dengan para perempuan yang ada di rumah. Anak laki-laki hanya mengenal ayahnya secara samar-samar.

Mungkin kita berada di rumah tapi pengaruh sebagai Ayah tidak dirasakan oleh anak-anak kita. Kita menjadi sosok yang asing di rumah yang terlalu lelah dengan sisa-sisa beban pekerjaan. 

Apakah saat di rumah kita hanya ingin menikmati kesenangan dan kesukaan kita tanpa mau diganggu?  Sebagai suami dan ayah “kita merasa sudah bertanggung jawab” dengan porsi kita, bekerja mencukupkan keluarga? Coba berikan waktu sejenak untuk merenungkannya.

“Banyak suami yang fasih berbicara tentang tanggung jawab pekerjaan di kantor, tapi lupa bentuk tanggung jawab yang sesungguhnya terhadap anak dan isteri di rumah.”

(Agus - Vita)

0 Response to "KEHIDUPAN YANG DIWARISKAN"

ABOUT THIS BLOG

Beleza

Renungan Harian

Cari Blog Ini

Blog Archive

Cari Blog Ini

Top Social

Follow this blog with bloglovin

Follow this blog with bloglovin

Latest Pin

Recent Post