KEKEKALAN

II Korintus 4:18

Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.

Mari kita berandai-andai jika suatu hari kita sebagai seorang Ayah terbujur kaku di dalam peti mati dan diletakkan di rumah duka?

Kita hadir di rumah duka tersebut dan melihat banyak orang yang bersimpati atas kematian kita saat itu.

Ketika tiba saatnya wakil keluarga memberi sambutan dan kesan-kesan tentang kita sebagai suami dan ayah dari anak-anak, apa yang akan mereka katakan tentang kita dalam sambutan mereka?

Isteri adalah orang pertama yang bercerita tentang kenangan bersama kita suaminya, kebaikan-kebaikan yang bisa dirasakan isteri telah disampaikan. Tiba giliran anak-anak mengenang masa-masa kecil sampai dewasa saat kita bersamanya, mereka menceritakan kepedulian kita, masa-masa indah bersama dan mengingat tentang kebaikan- kebaikan kita, juga waktu bersama yang kita habiskan bersama anak-anak.

Waktu itu yang bisa kita lakukan adalah mendengarkan semua, apapun yang dikatakan mereka tentang kita para suami. 

Kita sudah tidak mempunyai kesempatan untuk membantah apalagi membela diri, bahwa apa yg dikatakan mereka adalah tidak benar.

Dengan penuh perhatian kita menyimak setiap kata dan kalimat-kalimat terpenting yang akan kita dengar dari mulut orang lain mengenai kita. Kata-kata yang menjadi ukuran keberhasilan kita sebagai seorang Ayah.

Segala sesuatu yang mereka peroleh dari kita itulah yang dinilai sebagai warisan kita sebagai seorang Ayah.

Pengaruh kita yang abadi terhadap hidup mereka akan memberi gambaran apakah kita berhasil atau gagal sebagai seorang Ayah.

Mereka tidak membicarakan tentang simpanan yang kita tinggalkan, aset yang kita wariskan, namun mereka mengenang kasih, kebaikan juga teladan yang kita bagikan dan tinggalkan, yang akan jadi warisan abadi bagi mereka.

Mari kita renungkan, kenangan seperti apakah yang akan diceritakan anak isteri jika kita meninggal?

(Agus - Vita)

Tweet