PERJALANAN SANG PEMENANG (6)
KEJADIAN 37-50
“Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar” (Kejadian 50:20).
Saudara-saudaranya yang pernah membuat Yusuf menderita, karena menjadikannya budak tetap dihantui dengan “rasa bersalah”. Sehingga setelah Yakub, ayahnya meninggal, mereka datang kepada Yusuf untuk memohon ampun atas kesalahan mereka.
Andaikata Yusuf dikuasai oleh rasa sakit hati, pastilah dia akan membalas perbuatan jahat dari saudara-saudaranya. Namun yang terjadi tidak demikian. Sebab, hidup dalam visi Ilahi membuat Yusuf fokus kepada Tuhan dan kebaikan-kebaikan-Nya.
Seorang yang hidup dalam panggilan dan tujuan Ilahi adalah seorang yang berjiwa besar. Tidak pernah membiarkan hidupnya dipengaruhi oleh hal-hal yang negatif.
Oleh sebab itu, kita harus terus bertumbuh dalam pengenalan akan tujuan dan panggilan Ilahi bagi kita. “Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir” (Kejadian 45:8).
Pada waktu Yusuf menerima visi dari Tuhan - saat usianya 17 tahun - , dia belum memperoleh gambaran yang detail dan gamblang tentang posisi, tempat dan waktunya. Bahkan jalan yang dilalui oleh Yusuf, sepertinya sangat bertentangan. Mendapat visi menjadi pemimpin atau raja, tetapi realitanya dia harus menjadi budak dan masuk penjara. Dan sesuai dengan waktu Tuhan, setelah Yusuf berusia 30 tahun, Tuhan baru menyatakan jalan-Nya secara ajaib, sehingga Yusuf mengenali dan memahami kehendak Allah bagi dirinya.
“If you quit on the process, you are quitting on the result.”
“Bagaimana caranya saya bisa mengerti, bahwa langkah awal saya sudah tepat pada jalan visi Ilahi ?”, tanya seorang jemaat.
Jalur utama dari hidup dalam visi Ilahi adalah berperilaku sebagai pemelihara hidup. Sejak Yusuf jadi budak di rumah Potifar, kemudian pindah di Penjara, dia selalu berbuat baik dan suka menolong. Yusuf menjadi pemelihara hidup keluarga besarnya, bahkan juga menjadi pemelihara hidup bagi bangsa-bangsa.
“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan ? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi” (Matius 5:13-14)
(Soendoro - Imelda)
0 Response to "PERJALANAN SANG PEMENANG (6)"