Iklan

BERHENTI MENJADI ORANG TUA ?

Yohanes 17:4 Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.


Mungkin kita pernah mendengar statemen yang sudah jadi pembenaran bahwa tugas sebagai orang tua tidak pernah berakhir. 


Saat punya anak kita ngurusin, saat mereka menikah dan berkeluarga kita juga masih disibukkan dengan urusan rumah tangga mereka. Urusan pembantu, belanjaan, dari beli beras sampai urusan momong cucu. Sebagai orang tua kita masih terus terlibat.


Lalu kapan kita bisa beristirahat sebagai orang tua?


Bagaimana kita belajar untuk “berhenti berperan menjadi orang tua” bagi anak-anak kita, tapi tetap bisa memposisikan diri kita sebagai teman dan sahabat yang enak diajak ngobrol. 


Dan untuk sampai pada fase itu, membangun relasi dengan anak-anak dan menjadi teman apalagi sahabat yang bisa curhat, kita harus memulainya sejak dini.


Fase-fase yang akan kita pelajari adalah bagaimana kita harus menjalani usia senja hanya berdua bersama pasangan, sementara anak-anak sudah meninggalkan kita untuk kuliah hingga memulai rumah tangganya sendiri.

Bagaimana kita bisa berperan dan berlaku selayaknya menjadi seorang ayah bagi anak-anak terutama anak laki-laki? 

(Laki2 akan merepresentasikan Kristus dalam keluarga)


Bagaimana sikap kita sebagai orang tua saat anak-anak beranjak dewasa dan bahkan sudah berkeluarga? Bagaimana dengan peran kita terhadap pola didik cucu kita? 


Pertanyaan seperti ini tidak akan pernah terjawab jika kita tidak mau belajar bagaimana seharusnya sikap kita sebagai orang tua. 


Dari pengalaman kami belajar dari para klien/ konseli, banyak contoh yang membuktikan sejauh apa peran orang tua dalam rumah tangga anak-anak mereka.

Intervensi orang tua terhadap keluarga anak-anaknya tidak berhenti bahkan sampai urusan konflik rumah tangga. Campur tangan orang tua tidak membuat lebih baik tapi malah memperkeruh relasi karena keberpihakan.


Ketika anak-anak kita sudah pada fase bisa membuat keputusan sendiri bersama suami atau istrinya, itulah saat yang tepat untuk perlahan mulai “menarik diri” dari hidup mereka. 


Menarik diri bukan berarti berhenti atau melarikan diri. Tapi mengakhiri peran sebagai orang tua dan momen itu seharusnya menjadi saat yang paling dinantikan. Melepaskan genggaman tangan kita dan membiarkan mereka berjalan dalam genggaman tangan Tuhan. Memberi kesempatan bagi mereka untuk mengalami Tuhan dalam hidup keluarganya. Dan kita sebagai orang tua akan bersukacita menyaksikan penyertaan Tuhan nyata dalam hidup mereka.


Kita sudah banyak mengajarkan nilai-nilai kehidupan dan menularkan apa yang anda yakini untuk mereka bisa membangun keluarga mereka sendiri. Saatnya kita mengoper tongkat estafet dalam mendidik keluarga.


Pastinya setiap kita ada banyak yang sudah melewati fase-fase tersebut, atau sedang menjalani dan berada dalam fase-fase tersebut atau bahkan belum sampai pada fase-fase itu dan masih butuh waktu beberapa tahun lagi untuk sampai pada titik kita menjadi sepasang mertua, bahkan menjadi kakek nenek.

Mungkin juga kita “belum” sampai pada fase tersebut, atau bahkan tidak pernah melewatinya bersama pasangan karena kita tidak pernah tahu sampai kapan masa depan yang akan menyongsong kita. Hanya Tuhan yang tahu apa yang akan terjadi dalam hidup kita kelak. Apakah kita masih diberi kesempatan untuk menjadi mertua, menjadi kakek/nenek bahkan lebih lagi.


Pada beberapa fase ini, seperti yang kami alami, orang tua akan mengalami banyak kehilangan, ditinggal anak untuk kuliah di luar kota, menikah dan pindah rumah baru mereka. Lebih parah lagi ketika kita ditinggal pasangan hidup. Kita akan menjalaninya dengan pola yang sangat berbeda.


Kehilangan atau kekosongan dalam hidup kita akan semakin terasa ketika sepasang suami istri tidak membangun relasi inter personal yang baik. 


Sebelum kita sempat berpikir bagaimana cara mempersiapkan diri saat ditinggal anak-anak untuk sekolah maupun menikah dan bagaimana membangun relasi dengan pasangan, waktu itu sudah tiba. 

Kita harus mengantisipasi The Future dan belajar dari The Past untuk bisa memulainya Sekarang (The Present)


Setiap jaman ada orangnya dan setiap orang ada waktunya (Rhenald Khasali)


Banyak orang atau orang tua yang masih menggunakan cara berpikir yang berlaku di masa lalu dan memaksakannya pada hari ini. Termasuk dalam cara membesarkan dan pola didik anak-anak kita. 


Dulu kita dibesarkan oleh orang tua kita dengan cara mereka. Saya pernah merasakan pukulan rotan, telinga dijewer dan dihukum kunci dalam kamar mandi atau wc. 


Tapi sekarang saat kita membesarkan anak-anak, cara dan metode yang kita gunakan sangat berbeda dengan apa yang penah kita terima dari orang tua. 


Kami tidak pernah memukul anak-anak kami, menghukum di kamar mandi dan banyak lagi pola didik yang kami hapuskan karena sudah tidak relevan. 


Kami belajar untuk mendidik mereka dengan pola diskusi dan ngobrol meskipun kami juga beberapa kali melakukan teguran keras/bentakan. 

Begitu pula saat kita punya cucu, cara didik kita mungkin sudah tidak relevan lagi diterapkan untuk cucu kita. 


Buku ini mengajarkan kapan kita harus berhenti “berperan sebagai orang tua” kita bisa menempatkan diri sebagai teman diskusi untuk memberi masukan dan pertimbangan, tapi keputusan untuk cucu tetap ada di tangan anak-anak kita.


Setiap manusia akan menjalani dan melewati 3 zona waktu,

The Past (masa lalu), The Present (masa sekarang) dan The Future (akan datang). Dan harus diantisipasi dengan strategi-strategi yang benar untuk menuju masa depan.

Strategi adalah tentang segala sesuatu yang dilakukan hari ini (The Present) untuk menyongsong masa depan belajar dari kesalahan masa lalu (The Past). 


Strategi adalah langkah-langkah untuk masa depan (The Future) yang dikerjakan hari ini.


Bagaimana mempersiapkan anak-anak di masa depan harus di eksekusi hari ini. Belajar dari kesalahan orang tua di masa lalu dan memperbaikinya dengan menyusun strategi.

Dan masa depan sudah bukan menjadi milik kita lagi tapi akan menjadi bagian dari anak-anak kita dalam mendidik cucu kita nanti. Jangan mengintervensi secara berlebihan.


(Agus - Vita)

0 Response to "BERHENTI MENJADI ORANG TUA ?"

ABOUT THIS BLOG

Beleza

Renungan Harian

Cari Blog Ini

Blog Archive

Cari Blog Ini

Top Social

Follow this blog with bloglovin

Follow this blog with bloglovin

Latest Pin

Recent Post