AKHIR YANG SEMPURNA
Selama seminggu ini kita sudah merenungkan banyak hal tentang kesempurnaan, tentang perjalanan dan proses untuk menjadi sempurna, seperti Allah yang sempurna.
Pada akhirnya, semua usaha dan perjalanan kita tentu saja haruslah ditutup dengan sebuah akhir yang sempurna.
All's well that ends well - William Shakespeare
Kalimat ini kurang lebih berarti : Segalanya adalah baik apabila berakhir baik.
Mungkin tidak diawali dengan baik seperti Paulus yang bermula dari seorang penganiaya jemaat.
Mungkin juga di tengah perjalanannya ada kegagalan dan kejatuhan, seperti Petrus, seorang murid yang terdekat dengan Yesus tetapi menyangkal Yesus sampai 3 kali.
Tetapi ketika kita mengakhirinya dengan baik, maka segala hal yang mendahuluinya adalah baik,
Rm 8 : 28 - Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
Seperti apakah akhir yang sempurna itu?
Film-film menyebutnya Happy Ending, dongeng-dongeng menyebutnya Happily Ever After.
Tapi kita menyebutnya Finishing Well.
Mat 25 : 21 - Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu (well done), hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
Kerinduan yang terbesar seorang Kristiani adalah mendengar perkataan itu pada saat kita nanti bertemu dengan Tuhan bukan?
Jadi bagaimana cara kita menjalani hidup ini agar pada akhir hidup kita nanti kita bisa menyelesaikannya dengan baik dan mendengar kata-kata itu?
1. Perspektif kekekalan.
Kebanyakan orang menjalani hidup dan menilai keberhasilan hidup dengan perspektif yang singkat, yaitu masa kini (present) atau berikutnya (near future).
Seorang anak TK ingin segera menjadi anak SD karena memiliki uang saku.
Seorang anak SD ingin segera menjadi siswa sekolah menengah karena diijinkan pergi sendiri tanpa diantar orang tua.
Seorang siswa sekolah menengah ingin segera menjadi mahasiswa karena bisa membawa kendaraan sendiri dan bebas mengatur hidupnya tanpa campur tangan orang tua seperti sebelumnya.
Seorang mahasiswa ingin segera lulus dan bekerja karena memiliki penghasilan sendiri.
Dan seterusnya...
Dan tujuan berikutnya atau keinginan-keinginan baru dengan segala gejolak emosi dan perubahan sikap ini akan terus datang dan menuntut sesuatu yang lebih dan lebih lagi.
Bukan sesuatu yang salah untuk memiliki rencana jangka pendek dan menginginkan sesuatu yang lebih di dalam hidup ini.
Memang Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang dinamis dan selalu bertumbuh, akan tetapi untuk mencapai garis akhir yang sempurna di dalam iman, kita perlu memiliki perspektif kekekalan, yang lebih dari setiap rencana jangka pendek di dalam rentang waktu kehidupan kita yang singkat dan terbatas ini.
Pada saat kita memiliki perspektif kekekalan, bahwa pada saat hidup kita di dunia ini berakhir, sesungguhnya kita baru akan memulai hidup kekal yang Tuhan janjikan.
Kehidupan kekal seperti apakah yang kita harapkan dan kita tuju?
Kebahagiaan kekal bersama Bapa di surga? Ataukah hukuman kekal karena kita hidup sebagai seteru Allah selama ini.
Perspektif ini akan membentuk dan mengarahkan setiap langkah yang kita ambil dalam hidup ini.
2. Setia dalam perkara kecil
Perjalanan iman bukan hanya melihat kejadian-kejadian luar biasa yang kita alami, pekerjaan-pekerjaan besar yang kita lakukan, ataupun mujizat-mujizat spektakuler yang menjawab pergumulan yang kita hadapi, tetapi perjalanan iman yang membawa kesempurnaan adalah ketaatan dan kesetiaan kita dalam percaya dan mengikut Tuhan secara konsisten di dalam segala keadaan.
Mother Theresa - We are called upon not to be successful, but to be faithful.
Kita tidak dipanggil untuk menjadi sukses, melainkan untuk setia.
Ukuran Tuhan untuk kesuksesan bukanlah seberapa banyak hasil yang kita peroleh, melainkan seberapa setia kita melakukan apa yang Tuhan perintahkan.
Ketika kita bisa setia di dalam perkara yang kecil, Tuhan akan mempercayakan kita untuk sesuatu yang lebih besar dan kita bisa berbagian lebih dalam rencana Tuhan.
Yoh 14 : 21 - Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya."
3. Menyadari kelebihan dan kekurangan kita.
Pada saat kita hanya berfokus pada kelemahan kita, kita cenderung menjadi apatis dan tidak memiliki motivasi untuk berjuang ataupun bertumbuh.
Pada saat kita melihat orang lain yang menurut kita lebih baik dari kita, kita menjadi getir dan iri hati, atau marah dan putus asa.
Yak 4 : 2b - kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi.
Pada saat kita hanya berfokus pada kelebihan kita, kita cenderung menjadi sombong.
Ketika kita terjebak di dalam kesombongan, hati kita menjadi keras dan Tuhan "kehilangan hak-Nya" untuk mengarahkan hidup kita sesuai dengan kehendak-Nya. Diri kita yang menjadi penguasa hati dan pikiran kita.
Inilah beda antara Daud dan Saul, sama-sama manusia berdosa yang dipilih menjadi raja, tetapi saat mereka jatuh di dalam dosa, kecongkakan Saul menjauhkannya dari Tuhan dan menyingkirkannya dari tahta yang seharusnya menjadi miliknya.
Sebaliknya Daud memiliki kerandahan hati yang mau bertobat dan Tuhan memberikan segala yang baik untuk hidup Daud dan keturunannya.
Ams 11 : - Jikalau keangkuhan tiba, tiba juga cemooh, tetapi hikmat ada pada orang yang rendah hati.
4. Belajar dari masa lalu dan terus berjalan maju menuju tujuan
Fil 3 : 13-14 - Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.
Apapun yang Tuhan ijinkan terjadi di dalam hidup kita, baik atau buruk, kegagalan maupun keberhasilan, selama kita menjalaninya bersama dengan Tuhan, akan membawa kita selangkah lebih maju menuju tujuan akhir hidup kita, yaitu memuliakan Nama Tuhan sampai pada akhirnya, dimana kita boleh mendengar kata-kata itu dari-Nya:
"Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu."
Tuhan Yesus memberkati
(Chandra - Sansan)
0 Response to "AKHIR YANG SEMPURNA"