TIDAK ADA ANAK YANG SULIT (4)
Anak-anak yang dibesarkan dengan rasa takut. (driven by fear)
Selama proses belajar dalam kehidupan, adalah wajar jika anak-anak memiliki rasa takut. Takut kalau tidak bisa, takut dengan orang baru, takut jatuh dan banyak takut-takut yang lain.
Namun apa yang terjadi jika sumber ketakutan adalah dari orang tuanya sendiri?
Anak yang “takut” pada orang tuanya sendiri sepertinya menjadi anak yang patuh.
Kepatuhan dalam konteks seperti ini akan membatasi anak untuk mengeksplorasi berbagai macam hal baru yang dihadapi.
Ketika anak-anak melakukan kesalahan, menumpahkan sesuatu, memecahkan barang kesayangan mama atau membuat adiknya menangis, orang tua tidak memberikan alasan logis terlebih dahulu tapi langsung bereaksi dengan kemarahan dan kata-kata keras dengan tujuan membuatnya takut dan tidak mengulangi perbuatannya lagi.
Kita sebagai orang tua harus memahami dampak buruk dari ketakutan yang ditanamkan pada anak-anak tidak hanya memberikan efek jangka pendek tapi juga jangka panjang.
Rasa takut yang berlebihan bisa menimbulkan rasa tidak aman, kecemasan, emosional bahkan stress termasuk gangguan psikologis lainnya. Dan ini akan mengganggu tumbuh kembang anak. Mereka bisa menjadi pribadi yang introvert karena ada perasaan takut salah berlebihan yang selalu mengintimidasi pikirannya.
Kita belajar tentang pola keluarga. Pola ini akan terulang saat mereka menjadi orang tua kelak. Anak yang dibesarkan dengan rasa takut, saat mereka merasa takut untuk berkata jujur pada orang tua karena seringnya dimarahi, maka anak akan lebih memilih untuk berbohong.
Tidak hanya berdampak pada keluarga, tapi akan melebar di lingkungan sosialnya juga pertemanannya. Anak bisa bersikap apatis atau justru sebaliknya, mengintimidasi teman-temannya dengan rasa takut seperti yang pernah dia terima.
Anak-anak yang dibesarkan dengan dorongan materialisme. (driven by materialism)
Kebiasaan orang tua yang selalu memberikan apa yang diminta anak agar anaknya merasa senang akan membuat mereka menjadi anak yang materialistis. Dan ini akan terbawa sampai mereka dewasa nanti.
Sikap materialistis pada anak-anak tidak muncul begitu saja. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa “sikap orang tua” yang terlalu mengasihi anak dan menuruti segala kemauannya akan menyebabkan anak materialistis.
Terlalu seringnya reward dalam bentuk materi jika mencapai sesuatu target yang ditetapkan orang tua akan membuat mereka menjadi materialistis. Dampak psikologis jangka Panjang, dalam setiap tindakan kehidupan targetnya adalah pencapaian materi, bukan prestasi. Ini akan mempengaruhi iman percaya anak-anak dalam pengenalan akan Tuhan.
Termasuk hukuman kepada anak dengan menyita HP atau video game jika mereka melakukan sesuatu yang salah di hadapan orang tua. ini akan mengajarkan anak bahwa harta benda dibutuhkan untuk menjadi lebih baik.
Anak perlu diajarkan ucapan syukur dengan apa yang ada. Ajarkan mereka menunggu untuk sebuah reward yang dijanjikan.
(Agus - Vita)
0 Response to "TIDAK ADA ANAK YANG SULIT (4)"